Pengealolaan sampah masih didominasi konsep dan pendekatan end-of pipe solution atau ujung pipa hingga sekarang. Foto: ist
Konsep dan pendekatan end-of-pipe tersebut pertama, bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah limbah terbentuk. Kedua, malah menimbulkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup semakin massif, ancaman kesehatan masyarakat kian serius, merusak estetika dan merendahkan martabat manusia yang lokasikanya dijadikan TPA, gas-gas sampah air lindi tidak dikelola. Justru malah polutannya berpindah ke media dan wilayah lain.
Ketiga, biaya operasinal tinggi. Mayoritas biaya pengelolaan sampah dialokasikan untuk mengumpulkan sampah, mengangkut dan menumpuk di TPA. Artinya, sampah tidak diolah. Keempat, bertentangan dengan UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 81/2012 dan peraturan perundangan terkait. Kelima, manajemen tertutup dan rendahnya pemantauan, pengawasan dan penegakkan hukum.
Hal tersebut diperparah dengan pengelolaan TPA sangat buruk, ketika musim kemarau panjang ada yang terbakar selama tiga bulan, tujuh bulan, dll. Saat musim hujan terjadi sampah longsor. Malapetaka Sampah masih menghantui. “Hantu Belang TPA Open-Dumping”.
Kebanyakan TPA tidak punya sarana utama dan sarana pendukung, seperti jembatan timbang, ada pengolahan sampah skala kecil dan tidak digunakan, sampah hanya ditumpuk menjadi gunung-gunung sampah, tidak punya pencucian dan workshop kendaraan, tidak ada pagar dan green-belt sebagai pemisah dengan pemukiman warga,
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0