Namun dari pelajaran diatas dapat kita petik bahwa harga jual listrik swasta itu memang mahal ! Bukan karena "mark up" !
Dari illustrasi diatas serta beberapa referensi PPA yang ada diluar Negeri saat itu, harga listrik produk IPP memang pada kisaran 8,5 cent-10 cent/Kwh sebagaimana terjadi atas "State Owned Enterprices" (BUMN) semacam TNB (Tenaga National Berhard) milik Pemerintah Malaysia, EGAT (Electricity Generating Authority of Thailand) milik Thailand ataupun NAPOCOR (National Power Corporation) milik Philipina. Sedang bila "power plant"/pembangkit tersebut di bikin dan di operasikan oleh Pemerintah secara langsung maka harga dari produk listrik itu memang hanya sepertiganya dari PPA yang mereka bikin dengan Investor. Artinya harga listrik produk IPP secara International memang sudah tinggi atau tiga kali lipat dari harga produk pembangkit sendiri.
Dari pengalaman Dirut PLN Adhi Satria diatas serta harga produk IPP swasta di luar negeri, memang rata rata produk IPP sudah tida kali lipat produk BUMN. Kondisi Kelistrikan yang dialami oleh Adhi Satria diatas masih mengikuti UU No 15/1985 ttg Ketenagalistrikan dimana PLN masih dalam posisi PKUK (Pemegang Kuasa Usaha Kelistrikan) dengan "Single Buyer System". Artinya PLN/Pemerintah saat itu masih memiliki daya tawar yang tinggi untuk menentukan tarip listrik di ujung ritail (mengingat ritail masih dikuasai PLN, dan hanya sisi pembangkit saja yang mayoritas swasta).Â
Namun mulai 2010 ritail sudah dijual DIRUT Dahlan Iskan ke Taipan 9 Naga, sehingga mulai 2010 kelistrikan tidak "Single Buyer" lagi tetapi sudah dalam
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0