Jakarta Responsif terkait Stunting

Ichsan Sundawani
Jul 24, 2023

Oleh: Agustinus Tamtama Putra

Pengamat Kebijakan Publik GMT Institute

 

KOSADATA - Presiden Jokowi kecewa akibat anggaran dana 10 M untuk pengentasan stunting digunakan bukan untuk tujuan termakhtub, melainkan sebanyak 6 M (lebih dari setengah anggaran) dipakai untuk rapat dan perjalanan dinas. Siapa sajakah yang sudah menggunakan dana tersebut, biarlah berefleksi diri. Yang jelas dana tersebut dialokasikan untuk kemanusiaan, bukan untuk agenda birokratif yang rentan koruptif. 

 

Stunting kiranya memang masalah nasional yang tidak mudah untuk dipecahkan. Kementrian Kesehatan menyampaikan penurunan prevalensi stunting nasional dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022. Ternyata hampir seperempat penduduk Indonesia mengalami “kurang gizi”. Hal ini ironi mengingat hasil alam yang melimpah, lahan yang luas untuk peternakan dan perkebunan, ekonomi yang katanya maju di satu sisi namun hidup tidak berkualitas di sisi lain. Ibarat tikus kelaparan di lumbung padi, demikianlah sejumlah besar anak bangsa di bumi pertiwi ini.

 

Stunting yang dimaksud tentu bukan hanya tentang tinggi badan, tetapi juga secara holistik terkait peri hidup manusia secara keseluruhan. Yang paling krusial ialah bahwa stunting berpengaruh besar pada rendahnya kemampuan belajar anak, keterbelakangan mental dan kemunculan penyakit-penyakit kronis. Jokowi menargetkan bahwa di tahun 2024 angka prevalensi stunting di atas bisa turun menjadi 14%. Akankah dalam kurun satu tahun ke depan stunting akan turun sebanyak 7% sementara anggaran untuk itu dihamburkan untuk urusan birokratif dan rekreatif? 

 

Sebagai pengamat kebijakan publik, saya melihat bahwa selain mentalitas bangsa yang harus lebih solider dan sensitif terhadap keprihatinan bersama, langkah praktis berlandaskan


1 2 3

Related Post

Post a Comment

Comments 0