Menyusuri Jejak Kolonialisme di Pulau Onrust dan Cipir

Abdillah Balfast
Apr 10, 2025

Sejumlah anggota IHC kunjungi Pulau Onrust. Foto: ist

KOSADATA-Pagi itu, langit cukup cerah. Lautan tenang seakan menyambut kedatangan lima belas anggota Indonesian Heritage Society (IHS) yang menjejakkan kaki di Pulau Onrust, salah satu gugusan pulau bersejarah di Kepulauan Seribu. Bersama-sama mereka menyusuri lorong waktu, menelusuri sisa-sisa sejarah kolonial yang pernah terpatri di wilayah perairan Jakarta ini.

 

Kunjungan ini bukan sekadar pelesiran. Ada semangat untuk menyelami dan mengenalkan kembali warisan budaya yang selama ini tertimbun dalam ingatan kolektif bangsa—pulau-pulau cagar budaya yang diam-diam menyimpan potongan penting dari sejarah perjuangan Indonesia.

 

“Kami bangga bisa mendampingi para anggota IHS, sekaligus memperkenalkan kekayaan sejarah yang ada di Pulau Onrust dan Pulau Cipir,” ujar Kepala Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta, Mis Ari, dilansir dalam laman resmi Pemkab Kepulauan Seribu, Kamis (10/4/2025).

 

Pulau Onrust dan Cipir bukanlah pulau biasa. Keduanya adalah bagian dari Taman Arkeologi Onrust—penjaga sunyi peninggalan masa kolonial. Di sana, puing-puing bangunan rumah sakit militer, benteng pertahanan, hingga bekas penjara masih tegak berdiri, menjadi saksi bisu pergulatan Indonesia dengan penjajah Belanda dan Inggris di masa lampau.

 

Bagi Miklos Gaspar, kunjungan ini adalah pengalaman pertama yang membuka banyak jendela sejarah. “Saya baru pertama kali ke Pulau Onrust dan Cipir. Ternyata tempat ini punya peran penting dalam sejarah kolonial Indonesia, dan jaraknya sangat dekat dari Jakarta,” kata Miklos, yang juga menjabat sebagai Direktur UN Information Centre (UNIC) di Jakarta.

 

Menurutnya, berada langsung di tempat bersejarah ini memberikan perspektif yang berbeda. “Kita bisa merasakan langsung bagaimana kisah masa kolonial itu terjadi. Ini bukan sekadar membaca dari buku atau melihat dokumenter,” ujarnya.

 

Pulau Onrust, di abad ke-17, pernah menjadi pusat galangan kapal VOC. Ia juga menjadi benteng pertahanan dan tempat karantina haji. Sementara Pulau Cipir, atau Kuipir, dikenal sebagai tempat rumah sakit militer dan sanatorium pada masa kolonial. Kini, kedua pulau ini bertransformasi menjadi ruang belajar sejarah di alam terbuka.

 

“Saat berada di sini, kita menyadari bahwa Jakarta tidak hanya tentang gedung pencakar langit dan hiruk-pikuk kota. Ada lapisan sejarah yang dalam yang bisa kita rasakan langsung di tempat ini,” imbuh Miklos.

 

Kunjungan IHS ini juga didukung oleh Suku Dinas Kebudayaan Kepulauan Seribu. Untuk menyambut para tamu, digelar tarian tradisional yang memperkaya nuansa kebudayaan dalam perjalanan sejarah ini.

 

Mis Ari menambahkan bahwa melalui kunjungan ini, IHS diharapkan dapat membantu mempromosikan cagar budaya di Kepulauan Seribu ke khalayak yang lebih luas. “Kami berharap, makin banyak yang tertarik datang dan memahami pentingnya pelestarian sejarah ini.”

 

Pulau Onrust dan Cipir seolah menyuguhkan rekam jejak masa lalu yang dapat disentuh. Melalui kunjungan seperti ini, sejarah bukan lagi sekadar narasi, melainkan pengalaman nyata—sebuah perjalanan menyelami akar bangsa dan perjuangan dalam mengusir penjajahan dari tanah air.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0