Pengkajian Mendalam.
-KOSADATA- Sebagian ekonom di Indonesia sejak lama sudah memperkirakan adanya penurunan daya beli masyarakat secara berkelanjutan. Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya covid-19 yang melanda sejak akhir 2019 hingga kurang lebih akhir 2021. Covid mengharuskan pemerintah menerapkan kebijakan yang membatasi aktivitas mereka. Kondisi ini jelas berdampak besar pada perekonomian secara umum dan daya beli masyarakat yang memang sudah mengalami penurunan semakin terpukul.
Dalam perbincangan terbatas penulis dengan dua manajer yang berasal dari dua perusahaan ritel yang berbeda, penurunan daya beli tersebut begitu terasa. Diakui oleh mereka, penjualan barang-barang, apalagi yang notabene-nya bukan kebutuhan yang benar-benar pokok seperti pakaian terbilang agak sulit. Padahal, keuntungan yang cukup besar yang biasanya diperoleh perusahaan justru berasal dari item tersebut. Dengan logika sederhana, salah seorang dari mereka bahkan mencontohkan kemungkinan perilaku konsumen dalam melakukan konsumsinya yaitu dengan berbelanja terbatas pada barang kebutuhan pokok seperti makanan, minuman, lalu kebutuhan sehari-hari anak sekolah. Menurutnya, hampir setiap keluarga, melakukan sirkulasi ekonomi berkutat di area itu saja. Konsumsi mereka akan barang-barang seperti pakaian, sandal, sepatu, dan lain sebagainya, sangat terbatas. Kebanyakan keluarga mencoba memanfaatkan yang masih ada dan mereka miliki serta menahan konsumsi mereka terhadap produk-produk tersebut untuk beberapa waktu.
Meski demikian, akhir-akhir ini, terutama pasca covid-19 muncul fenomena yang menarik mengenai gaya hidup yang dipertontonkan oleh hampir sebagian besar masyarakat kita yang cukup massif dan viral yang disebut Philip Kotler (1997) sebagai gaya hidup small Indulgences. Yang dimaksud small indulgences adalah adanya perasaan kecewa dari masyarakat atas situasi dan kondisi yang mereka hadapi baik karena persoalan ekonomi, maupun persoalan hidup lainnya. Karena kekecewaan tersebut, mereka membutuhkan semacam pelampiasan emosional untuk mengurangi rasa kekecewaannya. Cara yang mereka lakukan adalah mencari makanan yang enak, atau berlibur ke tempat tertentu. Meski terbilang memaksakan karena situasi ekonomi sedang sulit seperti dijelaskan diparagraf awal, sebagian masyarakat lebih memilih melakukan dan menjalani gaya hidup ini.
Bagi dunia usaha, terutama bisnis ritel, fenomena ini harus dijadikan sebagai peluang usaha dan strategi pemasaran untuk merangsang motif pembelian konsumen. Para peritel tidak boleh sekadar menjual barang-barang tertentu, tetap juga harus menyediakan space untuk permainan anak-anak, membuka café atau rumah makan, spot foto, serta fasilitas lain yang dapat menunjang dan menambah kenyamaan konsumen saat berbelanja. Jadi, ketika para konsumen berkunjung ke tempat mereka, konsumen dapat memperoleh apa yang mereka inginkan dan butuhkan sekaligus. Mereka bukan hanya bisa berbelanja, tetapi juga dapat menikmati makanan enak, ngopi atau nongkrong, dan bersantai, sesuatu yang memang sedang mereka cari dan butuhkan saat ini!
Penulis: Robi, S.Pd (Kepala divisi ekonomi Rumah Aktivis Institute)
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0