"Untuk mereka yang mengusulkan sistem proporsional tertutup, baca pasal 22E ayat (2): Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD, Presiden, Wakil Presiden, dan DPD. Sekali lagi, MEMILIH ANGGOTA DPR, bukan memilih Partai Politik," tambahnya.
Lebih lanjut, kata Yunus, pemilihan sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup seharusnya menjadi kewenangan penuh dari pembentuk UU: Presiden dan DPR atau disebut Open Legal Policy (OLP) pembentuk UU itu. Sehingga, ucapnya, MK jangan mengambil alih kewenangan law maker karena penyelenggara pemilu harus fokus menyelamatkan hak-hak konstitusi rakyat.
Pada tahun 2008, jelasnya, MK mengabulkan tuntutan pemohon tentang pengujian UU 10 tahun 2008 tentang pemilihan anggota DPR, DPRD terhadap UU 1945 dan Putusan MK No 22-24/PUU-VII/2008. Keputusan ini membawa Indonesia dalam system proporsional terbuka yang sampai saat ini masih diterapkan.
"Sistem proporsional tertutup pernah berlaku di Indonesia di jaman orde baru, masa sudah melewati reformasi, kita kembali ke era orde baru lagi. Pemilu sistem proporsional terbuka ini mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan. Terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilih," tandasnya. ***
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Filosofi Iket Sunda yang Penuh Makna
SENI BUDAYA Mar 03, 2024Melepas Penat di Situ Ciranca Majalengka, Sejuknya Kemurnian Air Pegunungan
DESTINASI Apr 04, 2025Lirik Sholawat Waqtu Sahar, Lengkap dengan Terjemahan
SISI LAIN Jan 29, 2024
Comments 0