ASN Wajib Naik Transportasi Umum, PSI Ingatkan Risiko Kepadatan Ekstrem

Abdillah Balfast
Apr 30, 2025

Kevin Wu berbincang dengan salah satu pengguna transjakarta. Foto: ist

KOSADATAPartai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan dukungan terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu. Meski demikian, PSI mengingatkan potensi masalah teknis dan risiko kepadatan ekstrem jika kebijakan ini tidak disertai kesiapan infrastruktur.

 

Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi A dari PSI, Kevin Wu, menyebut langkah Pemprov sebagai semangat yang baik dalam mendorong Jakarta menuju kota ramah lingkungan. Namun ia menekankan, kebijakan sebesar ini tidak cukup hanya mengandalkan semangat.

 

“Kami apresiasi langkah Pemprov yang sejalan dengan visi Jakarta ramah lingkungan. Tapi mari pastikan implementasinya tidak malah membebani ASN dan masyarakat,” ujar Kevin Wu dalam keterangan tertulis, Rabu, 30 April 2025.

 

Menurut Wu, tanpa persiapan matang, kebijakan ini bisa berdampak negatif. Ia menyoroti potensi lonjakan penumpang yang bisa membuat sistem transportasi publik kolaps. 

 

“Jika 50 persen ASN beralih ke transportasi umum di hari Rabu, bisa ada tambahan 140 ribu penumpang. MRT saat ini hanya mampu melayani 130 ribu orang per hari, sementara KRL sudah penuh sesak,” kata Wu.

 

PSI juga menyoroti ketimpangan akses transportasi di kawasan pinggiran. Wu mencontohkan ASN di Kepulauan Seribu yang harus berangkat dua jam lebih awal, atau di Marunda dan Cilincing yang harus berjalan jauh ke halte terdekat. “Ini bukan cuma soal kenyamanan, tapi juga keadilan,” ucapnya.

 

Sebagai bentuk dukungan konstruktif, PSI mengajukan tiga rekomendasi. Pertama, percepatan pembangunan infrastruktur seperti penambahan armada TransJakarta dan pembangunan halte di daerah blank spot. Kedua, kolaborasi dengan swasta seperti Gojek dan Blue Bird untuk menyediakan shuttle bus dari permukiman ASN ke simpul transportasi. Ketiga, uji coba bertahap sebelum kebijakan diterapkan menyeluruh.

 

“Kami usulkan kebijakan ini dimulai dari 10 persen ASN di zona yang infrastrukturnya sudah siap,” ujar Wu. Ia juga mendorong dibentuknya Satuan Tugas Kolaborasi antara DPRD dan Pemprov untuk memantau pelaksanaan kebijakan secara mingguan.

 

PSI turut mengusulkan pemberian insentif bagi ASN agar kebijakan ini tidak terasa sebagai beban. Bentuknya bisa berupa tunjangan transportasi atau poin reward yang dapat ditukar dengan fasilitas publik.

 

Di akhir pernyataannya, Wu menekankan pentingnya transparansi dan evaluasi terbuka. “Kita perlu data real-time: berapa ASN yang sudah beralih, di mana titik padat, apa keluhan mereka. Evaluasi terbuka jadi kunci perbaikan. PSI siap menjadi mitra kritis yang mendorong, bukan menghalangi,” kata dia.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0