KOSADATA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan Jakarta memiliki anggaran terbesar, namun angka kemisikinan ekstrem muncul akibat banyaknya program mengatasi kemiskinan banyak yang salah sasaran.
"Kedua adanya pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan program kemiskinan untuk kepentingan kelompok-kelompoknya itu, banyak penyalahgunaan kekuasaan juga, penyalahgunaan kewenangan. Hal itu menjadi penyebabnya," ujar Trubus saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Trubus menambahkan masalah berikutnya yang timbul akibat data masyarakat miskin di Jakarta itu simpang siur tidak akurat. Sehingga data yang ada laporan dari RT, RW, tapi tidak ada cross cek yang dilakukan oleh Kelurahan maupun kecamatan termasuk di dalamnya Walikota.
"Ini akibat minimnya kolaborasi kerjasama koordinasi antara walikota, kecamatan, dan lurah ke tingkat RT, RW itu," ujarnya.
Menurut Trubus, angka kemiskinan nambah karena disebabkan perubahan skema definisikan kemiskinan itu sendiri. Selain itu, angka kemiskinan yang ada itu memang lebih disebabkan dari banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan minimnya lapangan pekerjaan di dki jakarta.
"Jadi di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan minim terhadap terciptanya lapangan pekerjaan yang ada itu hanya memberikan pembebasan pajak saja," ucap Trubus.
Dikatakan Trubus, tetapi tidak ada lapangan pekerjaan karena gubernur ini berpihak kepada politik praktitis terhadap buruh.
"Akibatnya upah minimum provinsi (UMP) naik terus tetapi tidak insentif yang diberikan kepada para pengusaha. Kebanyakan para pengusaha pindah ke daerah pinggiran," tutur Trubus.
Sementara itu, Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan pihaknya sudah mengucurkan sebanyak 17 jenis bantuan sosial (bansos) untuk mencegah kemiskinan ekstrem di Ibu Kota.
“Kami sudah intervensi segitu banyak,†kata Heru.
Heru menjelaskan bantuan sosial itu di antaranya Kartu Jakarta Sehat, Kartu Jakarta Pintar, makanan tambahan bergizi, bantuan transportasi, program keluarga harapan, program anak sekolah, hingga bantuan internet gratis.
Heru tak ingin berpolemik soal data kemiskinan ekstrem asalkan sesuai nama dan alamat agar jajaran di bawahnya bisa melakukan penanganan lebih lanjut.
Meski begitu, pihaknya akan menyinkronkan data dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Kementerian Kesehatan agar penyaluran bantuan tepat sasaran.
“Kemarin BKKBN, saya sudah minta memberikan penjelasan untuk membantu DKI, BPS juga. Harapan kami Pak Menteri Kesehatan akan berdiskusi , menyinkronkan data dengan benar,†imbuh Heru.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menyebutkan ada 95.668 jiwa penduduk miskin ekstrem di Ibu Kota per Maret 2022.
Jumlah itu naik 0,29 persen dari 0,6 persen menjadi 0,89 persen dari total jumlah penduduk DKI Jakarta yang mencapai sekitar 10,7 juta jiwa.
Adapun indikator masuk kemiskinan ekstrem di antaranya daya beli kurang dari Rp11 ribu per orang per hari atau tak kurang dari sekitar Rp350 ribu per bulan.
BPS DKI menjabarkan wilayah Jakarta Utara memiliki penduduk miskin ekstrem mencapai 35 ribu atau naik dibandingkan 2021 mencapai 7,2 ribu.
Selanjutnya di Jakarta Selatan mencapai 25 ribu jiwa atau naik dibandingkan 2021 mencapai 24 ribu dan Jakarta Timur mencapai 18 ribu jiwa atau naik dibandingkan 2021 mencapai 10 ribu jiwa.
Sedangkan karakteristik rumah tangga miskin ekstrem menurut BPS DKI di antaranya tidak memiliki rumah sendiri, rumah berlantai tanah, tidak memiliki toilet, kemudian tak memiliki akses air minum layak dan luas lantai kurang dari delapan meter persegi per kapita. ***
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0