Masyarakat Sipil Tolak Proyek Giant Sea Wall Pantai Utara Jawa, Ini Alasannya

Ida Farida
Jan 11, 2024

Tangkapan layar peta google pulau Jawa

KOSADATA - Sejumlah lembaga masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Maleh Dadi Segoro (MDS) menolak proyek tanggul Laut raksasa atau Giant Sea Wall di pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Penolakan ini merespon aksi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan beberapa menteri Kabinet Indonesia Kerja membentuk gugus tugas pembangunan Giant Sea Wall di sepanjang Pantura Pulau Jawa.

 

"Koalisi Maleh Dadi Segoro menolak rencana tersebut dengan argumentasi yang kami bagi menjadi dua: dampak negatif tanggul laut dan alternatif terhadap kompleks masalah terkait-air di Pantura Jawa," ujar Koordinator MDS, Martha Kumala Dewi dalam keterangannya, Kamis (11/1/2024).

 

Proyek tanggul laut raksasa yang direncanakan pemerintah menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) itu diklaim sebagai solusi mengatasi ancaman banjir rob dan tenggelamnya kawasan Pantura Jawa. Namun, MDS menilai proyek itu akan melipatgandakan krisis sosial-ekologis di kawasan Pantura Pulau Jawa.

 

"Kami menilai bahwa pemerintah kembali gagal memahami akar masalah dari penyebab mengapa ada bagian Pantura Jawa yang tenggelam," katanya. 

 

Pihaknya juga mengaku heran dengan aksi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto yang dinilai tiba-tiba menunjukkan perhatian besar kepada Pantura Jawa, terutama di Jakarta dan Semarang. Padahal, ucapnya, selama 4.5 tahun sebelumnya tidak ditemukan track record kepedulian Prabowo Subianto terhadap Pantura Jawa.

 

Sejumlah alasan MDS menolak proyek Giant Sea Wall itu, antara lain:

 

1. Tanggul laut akan mengkonsentrasikan pembangunan dan aktivitas ekonomi di Pantura Jawa. Ini kontraproduktif dengan kondisi ekologi Pantura Jawa yang mengalami amblesan tanah. Pembangunan infrastruktur dan aktivitas ekonomi yang semakin padat pasti mendatangkan beban dan membutuhkan air, di mana kebutuhan akan air untuk rumah tangga dan industri di Pantura Jawa banyak dipenuhi melalui ekstraksi air-tanah-dalam. Jadi, konsentrasi ekonomi di Pantura Jawa yang datang bersama dengan tanggul laut akan semakin memperparah amblesan tanah melalui pembebanan fisik dan ekstraksi air-tanah-dalam yang akan semakin bertambah. 

 

2. Orientasi membangun tanggul laut mengalihkan perhatian dari usaha mengurangi terjadinya amblesan tanah.

 

3. Tanggul laut seperti yang sudah berdiri pada proyek Tol Tanggul Laut Semarang Demak (TTLSD), menguntungkan wilayah yang kuat seperti kawasan industri yang diutamakan pengembangannya, dan merugikan yang lemah seperti perkampungan nelayan karena semakin terpapar pada perubahan arus air laut yang menyebabkan abrasi pantai.

 

4. Tanggul laut menimbulkan ketimpangan geografis antara wilayah barat dan timur, antara wilayah daratan dan pesisir Pantura. Tanggul laut akan mengurangi dampak banjir di wilayah daratan, tapi merusak ekosistem di wilayah pesisir. Selain itu,  wilayah Pantura bagian timur akan menerima resiko hempasan gelombang laut akibat beban pembangunan di wilayah Pantura bagian barat, terutama dalam kasus TTLSD.  

 

5. Tanggul laut mempersempit dan menutup ruang tangkap nelayan.

 

6. Tanggul laut mematikan mangrove dan ekosistem pesisir.  

 

7. Tanggul laut memperparah banjir, karena air dari darat terkepung di belakang tanggul, seperti kasus yang terjadi di Kampung Tambak Lorok, Semarang.

 

8. Tanggul laut menciptakan kesenjangan wilayah, antara perkotaan dan pedesaan, pembangunan terkonsentrasi di perkotaan.***

 

Related Post

Post a Comment

Comments 0