Achmad Djaketra, Penguasa Pelabuhan dari Kesultanan Banten

Isma Nanik
Feb 26, 2023

KOSADATA – Nama Pangeran Jayakarta  sepertinya sudah melekat di hati masyarakat. Pahlawan asal Betawi itu tak pernah lekang oleh waktu. Tempat peristirahatan terakhirnya, yang  berada di Jalan Jatinegara Kaum Nomor 49,  Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur  selalu ramai didatangi penziarah. Mereka tidak hanya datang dari Jakarta, tapi juga luar Jakarta.

Dalam buku bertajuk, Sejarah Pangeran Jayakarta, Jatinegara Kaum, sosok pangeran tersebut dikenal sebagai pemimpin Kota Jaketra (sekarang Jakarta) pada masa penjajahan Belanda tahun 1619-1640. Pangeran Jayakarta dikenal sebagai Pangeran Achmad Djaketra. Ia merupakan seorang  penguasa kota pelabuhan Jayakarta sebagai wakil dari Kesultanan Banten.

Di bawah kepemimpinan Pangeran Achmad Djaketra, Jakarta maju dan tumbuh dengan sangat pesat. Saat itu pelabuhan ramai disinggahi kapal dagang Eropa dan Asia. Hal tersebut membuat serikat dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) milik Belanda tertarik dan berkeinginan merebut Kota Jakarta. VOC sendiri sebelumnya sudah menguasai perdagangan rempah-rempah Nusantara yang berpusat di Maluku.

VOC sempat membeli tanah seluas 1,5 hektar di sisi timur muara Kali Ciliwung. Catatan sejarah pada November 1610 menjelaskan bahwa Kapten Jacques LHermite membayar sebesar 2.700 florin atau 1.200 real kepada Pangeran Jayakarta.

Inilah pertama kali VOC berhasil membangun sebuah gudang permanen pertamanya yang terbuat dari kayu dan batu. Gudang itu diberi nama Nassau Huis. Bukan hanya Belanda yang tertarik dengan pelabuhan ini.  Inggris pernah  mendirikan benteng di sisi barat muara Kali Ciliwung.

Belakangan VOC memonopoli perdagangan. Hal itu menimbulkan perselisihan dengan Pangeran Jayakarta. Bahkan, saat VOC  yang dipimpin Jan Pieterzon Coen, dibangun gedung kembaran Nassau Huis yang bernama Mauritius Huis. Di antara kedua gedung tersebut kemudian dibangun tembok berbentuk benteng segi empat dengan tinggi sekira 6 meter dilengkapi meriam di setiap sudutnya.

Konflik semakin meruncing. Berawal dari persaingan dagang  merambah ke perebutan pelabuhan. Pecahlah perang pertama. Pasukan Pangeran Jayakarta yang dibantu Kesultanan Banten berhasil mengalahkan VOC. Jan Pieterszoon Coen dan pasukan VOC kemudian mundur ke Ambon untuk mempersiapkan serangan balik dengan jumlah pasukan yang lebih besar.

Selanjutnya di kawasan ini juga pecah perang antara Kesultanan Banten dengan Inggris. Pasukan Inggris berhasil diusir dari Jayakarta. Akan tetapi, baru saja perang usai, tiba-tiba pasukan VOC kembali datang  dengan pasukan lebih besar.

Belanda di bawah komando Jan Pieterszoon Coen kembali melawan pasukan Jayakarta dan Banten yang berakhir dengan mundurnya Pangeran Jayakarta ke daerah Jatinegara. Kemudian ia dan pasukannya menetap di daerah yang kini menjadi Jatinegara Kaum hingga akhir hayatnya.

Menurut penuturan salah satu keturunan Pangeran Jayakarta,  Haji Suhendar yang juga merupakan pengurus Masjid As-Salafiyah, makam Pangeran Jayakarta pernah dirahasiakan. Karena akibat kekalahannya, Pangeran Jayakarta dikejar VOC. “Pangeran Jayakarta sempat memalsukan kematiannya sebelum bermukim di Jatinegara Kaum. Beliau melempar jubahnya ke dalam sumur,” katanya.

Hal itu dilakukan, untuk mengecoh Belanda  pencarian jenazah pangeran Jayakarta. Saat berada di Jatinegara Kaum, wilayah tersebut masih hutan jati. Lokasi itulah yang kini menjadi masjid yang berusia sekitar 400 tahun.

Pencarian Pangeran Jayakarta terjadi hingga 1640.  Menjelang  akhir hayatnya, Pangeran Jayakarta berpesan kepada pasukan dan keturunannya yang tersisa untuk merahasiakan makamnya selama Belanda masih berkuasa di tanah Jakarta.

Menurut Suhendar, selama dirahasiakan, bila ada seseorang yang berani angkat bicara soal makam Pangeran Jayakarta, maka orang itu akan mengalami musibah.

Saat ini makam Pangeran Jayakarta sudah berubah. Makam Pangeran Jayakarta berada di satu kompleks cagar budaya dan lokasi wisata lainnya yaitu Makam Pangeran Sanghyang dan  Masjid Jami As-Salafiyah. Yang juga merupakan saksi perjuangan Pangeran Jayakarta mengusir VOC.

Ketiga lokasi tersebut menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana merupakan cagar budaya. Sehingga peruntukannya diawasi dan dilindungi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini sesuai dengan  Kepgub Nomor 475 tahun 1993 tentang Bangunan yang Dilindungi Pemprov DKI Jakarta. 

Makam Pangeran Jayakarta merupakan kawasan yang perlu dilindungi. Karena erat kaitannya dengan sejarah dan akar kebudayaan masyarakat Jakarta. Saat ini lokasi tersebut masih didatangi wisatawan.

Banyak rencana yang akan dilakukan Pemprov DKI Jakarta terkait pembangunan lokasi tersebut. Seperti perluasan lahan parkir, dan pembangunan plaza untuk penjualan suvenir.

Salah satu penjaga Makam bernama Mafhud mengatakan, makam Pangeran Jayakarta tidak pernah sepi. Terutama ketika memasuki bulan suci Ramadhan. Meskipun Wabah pandemi COVID-19, ada saja warga yang datang untuk berziarah. “Kalau waktu normal, bahkan sampai ada ribuan orang yang yang datang. Apalagi kalau sudah memasuki bulan puasa sudah pasti ramai,” katanya.

Biasanya, warga Jakarta sendiri kerap mengunjungi makam untuk memanjatkan doa dan tahlil,  ziarah makam akan ramai setiap Kamis malam. Bukan hanya berziarah beberapa warga juga ada yang sekedar berwisata.

Bukan hanya warga biasa, para pembesar di negeri ini juga  kerap datang berziarah di makam itu. Bahkan Presiden Republik Indonesia Joko  Widodo juga pernah mengunjungi makam Pangeran Jayakarta.

Ziarah ke makam Pangeran Jayakarta memang sudah jadi kebiasaan dan budaya masyarakat khususnya masyarakat Jakarta. Selain berdoa dan  mengenang jasa almarhum, tidak jarang mereka yang datang berharap keberkahan. ***

Post a Comment

Comments 0