Sudah Dinakhodai Anak Presiden PSI Tetap Jeblok, Meragukan Lembaga Survei Memang Boleh?

Yan Aminah
Dec 10, 2023

Erlan Suwarlan, pemerhati politik dari Universitas Galuh, Ciamis. Foto: Ist

KOSADATA I Nasib Partai Solidaritas Indonesia (PSI) masih suram. Sejumlah lembaga survei memotret prediksi perolehan suara partai mawar tersebut. Hasilnya, seperti yang dirilis Indikator Politik Indonesia, jeblok. PSI cuma dapat 1,6 persen. Masih jauh dari ambang batas parlemen sebesar empat persen.

Kendati sudah dinakhodai anak Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, perolehan suara PSI dalam bingkai lembaga survei belum mengalami perubahan. Hasil survei-survei sebelumnya pun tak jauh beda. Sebelum dan sesudah dipimpin Kaesang, potret survei PSI selalu menempati deretan bawah.

Pemerhati politik dari Universitas Galuh Ciamis, Dr. Erlan Suwarlan, mengatakan, didapuknya Kaesang jadi pucuk pimpinan PSI merupakan kabar yang lumayan mengguncang jagat politik Tanah Air. Baru dua hari jadi anggota partai langsung ditunjuk jadi ketua umum.

"Hal itu tidak pernah terjadi di negara-negara yang lebih maju sekali pun. Fenomena tersebut, bagi saya, anomali dalam pembangunan partai politik. Sejatinya pembangunan partai politik bagian dari konsolidasi demokrasi," ujar Erlan kepada kosadata.com, Ahad, 10 Desember 2023.

Menurutnya, kehadiran para pemimpin muda di partai politik sangat bagus dalam membangun iklim demokrasi yang sehat. Namun, bila kehadirannya dipaksakan dan tidak mengedepankan kapasitas, yang terjadi malah anomali. 

PSI menjadi contoh buruk dalam mendorong anak-anak muda menjadi pemimpin partai politik. "Terlebih dalam beberapa kesempatan yang beredar di media sosial, komunikasi politik Kaesang tidak cukup kuat untuk mempersuasi publik," tandas Erlan.

Selain PSI, partai lain yang juga hasil surveinya buram adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 23 November s.d. 1 Desember 2023, perolehan suara PPP cuma 2,6 persen. 

PPP, kata Erlan, sejak jauh-jauh hari sudah dihadapkan pada ancaman tersebut. Partai yang mendaku sebagai “Rumah Besar Umat Islam” itu terus mengalami penurunan kepercayaan publik, kehilangan figur kuat, terjadi friksi internal, hingga anggotanya didera berbagai kasus.

"Upaya kembali ke khitah sepertinya tidak menemukan jalannya. Perlu introspeksi, konsolidasi, dan strategi yang lebih serius dari para fungsionarisnya," ujar Erlan.

Meragukan lembaga survei

Lembaga survei, kata Erlan, sepanjang mengedepankan objektivitas, kredibilitas, dan integritas, keberadaannya tidak bertentangan dengan nalar pengetahuan. Survei bisa menjelaskan salah satu fungsi ilmu, yaitu fungsi prediksi yang dapat dilihat dari kecenderungan setiap hasilnya. Dibutuhkan data hasil-hasil survei tiap periode, tidak hanya hasil salah satu survei.

Menurutnya, untuk mempercayai hasil survei ada beberapa indikator yang bisa dijadikan ukuran. Pertama, lembaga survei tersebut secara jujur atau terbuka mengemukakan dengan siapa dia bekerja sama/dibiayai.

Dua, berani membuka row data. Tiga, berani menunjukkan faktur pajak. Empat, bersedia menyerahkan hasilnya kepada lembaga yang berwenang, dalam hal ini penyelenggara pemilu.

"Jika ukuran-ukuran tersebut belum atau bahkan tidak terpenuhi, publik boleh meragukan hasilnya. Sebab, publik tidak boleh hanya dicekoki hasilnya saja, agar tidak tergiring dalam pengarahan opini atau persepsi," terang Erlan. ***

Related Post

Post a Comment

Comments 0