Fajar Shiddiq, S.Pd.I, Penulis.
Oleh: Fajar Shiddiq (Ketua Bid. Pendidikan PD. Pemuda Persis dan Ketua Tim Pendidikan PD. Persis Kab. Tasikmalaya)
Al-Qur'an merupakan kitab primer sebagai sumber rujukan sekaligus pedoman hidup bagi Umat Islam. Sebagaimana hal tersebut langsung dideklarasikan oleh Allah Swt. di ayat kedua pada surat Albaqoroh (Dzâlikal Kitâbu lâ rayba fîhi hudal lilmuttaqîn).
Fungsionalisasi Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk bukan hanya untuk urusan-urusan keyakinan dan ibadah mahdoh semata, di dalamnya terdapat rumusan-rumusan besar tentang konsep muamalah (Sosial, politik, hukum) dan bahkan konsep sains sekalipun.
Oleh karenanya bagi umat Islam, bisa membaca Al-Qur'an -lebih jauhnya memahami kandungan Al-Qur'an- adalah penting. Sebab standar paling mendasar Al-Quran dapat menjadi sumber petunjuk adalah bisa berinteraksi dengan teks-teks kalamullah tersebut.
Akan tetapi, fenomena yang terjadi berdasarkan beberapa hasil riset menyimpulkan bahwa setengah masyarakat muslim Indonesia (50-60%) belum bisa membaca Al-Qur'an.
Misalnya, Dewan Masjid Indonesia (DMI) pada tahun 2022 menyebutkan bahwa sebanyak 65% dari umat Islam di Indonesia tidak bisa membaca Al-Qur'an.
Sementara hasil riset Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) IIQ Jakarta pada tahun 2023 mengungkap bahwa presentase buta aksara Al-Qur’an ada diangka 58,57% sampai dengan 65%.
Selain itu, Republika.co.id merilis hasil penelitian Indeks Literasi">Literasi Al-Qur'an di Tahun 2023 oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) per 1-30 Juli 2023. Dalam kesimpulannya bahwa ada sekitar 51 persen atau separuh lebih warga Muslim di Indonesia yang belum lancar dalam membaca ayat Al-Qur'an.
Berdasarkan hasil riset beberapa lembaga resmi di atas menegaskan bahwa di tengah masyarakat Indonesia yang notabene penganut muslim terbesar (hampir 87,2% atau sekitar 229,62 jt berdasarkan data Kemenag RI), ada sekitar 115 juta lebih masyarakat Islam Indonesia belum lancar dan/atau belum bisa membaca Al-Qur'an.
Fenomena rendahnya literasi Al-Qur'an bahkan pernah penulis lihat sendiri ketika menjadi panitia penerimaan santri baru di Pesantren Persis 42 Sukaresik selama tiga tahun berturut-turut. Dalam tes potensi akademik calon santri baru yang datang dari berbagai daerah dan lulusan Madrasah Diniyah, hasil akhir tes dalam baca tulis Alquran calon santri baru selalu ada di peringkat paling rendah.
Realitas rendahnya indeks literasi Al-Qur'an di Indonesia tentu adalah pukulan yang sangat menghantam dada. Miris, ironis, dan sangat memprihatinkan. Entah siapa yg harus disalahkan? Padahal kelompok dakwah berbasis ormas hari ini puluhan mungkin ratusan, pesantren dan Madrasah bertengger banyak. Akan tetapi buta huruf Al-Qur'an justru terjadi sangat dahsyat angkanya.
Fenomena buta huruf Al-Qur'an harus segera dicari solusi dan jalan keluarnya. Jika dibiarkan tidak ada gerakan serius, sistematis, terstruktur, dan terukur, boleh jadi umat Islam Indonesia akan semakin jauh dari sumber utama beragamanya. Belum lagi memang upaya untuk menjauhkan kaum Muslim dari Islam adalah proyek sekularisasi yang sangat masif.
Akan tetapi, siapa yang harus segera mengeksekusi Revitalisasi gerakan literasu Al-Qur'an ini? Tentu dalam hal ini banyak elemen yang harus segera bertindak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, bahkan lembaga dakwah. Berikut beberapa tawaran stragis mudah-mudahan menjadi bahan pertimbangan kaum muslim.
1. Revitalisasi Kurikulum Alquran di Madrasah Diniyah
Lagi-lagi lembaga pendidikan yang harus reaktif terhadap fenomena rendahnya literasi Al-Qur'an. Terlebih, beberapa pengalaman kami ketika tes potensi akademik calon santri baru yang notabene mereka keluaran dari Madrasah Diniyah -baik yg terafiliasi kepada jamiyyah satu organisasi atau Diniyah yang terafiliasi dengan pemerintah- yang hasilnya selalu memprihatinkan.
Hemat penulis, sebuah tawaran strategis untuk menyelesaikan permasalah butu huruf Al-Qur'an ialah dengan merevitalisasi kurikulum Madrasah Diniyah dengan benar-benar memfokuskan santri memiliki kompetensi dasar menguasai literasi Alquran (membaca, menguasai hukum tajwid dan menulis).
Meski sebenarnya kami tidak menapikan bahwa pelajaran tersebut ada di setiap Madrasah, hanya saja boleh jadi karena terlalu banyaknya mata pelajaran, ditambah sebentarnya alokasi waktu belajar Al-Qur'an sehingga berdampak pada tidak begitu mengakar dalam menguasai hal ihwal berkaitan dengan Al-Qur'an.
Oleh karenanya, mudah-mudahan lembaga Madrasah Diniyah lebih mempertimbangkan kembali pengajaran Al-Qur'an sedini mungkin -baik dari alokasi waktu atau muatan materi. Sebab, dalam hemat kami pelajaran-pelajaran basic seperti ini lebih ideal dipelajari sedini mungkin, agar tidak terjadi ketimpangan ketika masuk pada jenjang selanjutnya (tsanawi) yang seyogyanya sudah lebih jauh belajar tentang agama.
2. Gerakan Remaja Mengaji
Dalam penelitian Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tentang Indeks Literasi">Literasi Al-Qur'an, siswa Sekolah Menengah Atas [SMA] (2016), ditemukan fakta indeks literasi Alqurani siswa SMA di tingkat nasional berada dalam kategori sedang (2,44).
Dilihat dari aspek membaca, nilai indeks berada dalam kategori sedang (2.59). Ini mengindikasikan kemampuan membaca Al-Qur'an siswa SMA baru sampai tahap pengenalan huruf Alquran beserta beberapa prinsip tajwid dasar. Data ini tentunya menjadi sebuah isyarat adanya problem serius berkenaan pendidikan Al-Qur'an di Indonesia.
Meskipun data ini sudah sangat lama, namun kami masih memprediksi bahwa literasi baca Al-Qur'an di kalangan remaja bahkan pemuda masih belum mengalami perubahan yang akseleratif. Terlebih hari ini generasi muda lebih disibukkan main bareng (mabar) ketimbang ngaji bareng (ngabar).
Problem yang dihadapi oleh kalangan remaja atau Pemuda yang belum bisa membaca Alquran ialah karena merasa malu untuk belajar Al-Qur'an atau iqra sebab faktor usia sudah tua. Sehingga pada akhirnya mereka lebih memilih untuk tidak mempelajari dasar-dasar Alquran sama sekali. Meskipun tidak menutup kemungkinan di hati kecilnya mereka mau belajar Al-Qur'an. Maka dalam posisi ini, harus ada satu lembaga dakwah muda yang mengisi peluang dakwah mengajar Alquran seperti ini dengan cara yang tidak formal dan terikat waktu sebagaimana lembaga pendidikan.
Tawaran ini bisa dieksekusi melalui organisasi-organisasi sebaya seperti Himpunan Remaja Masjid agar kecanggungan dan faktor malu bisa teratasi. Atau oleh gerakan dakwah kepemudaan mengkonsentrasikan giat mengaji dasar-dasar Al-Qur'an.
Dua tawaran di atas mudah-mudahan menjadi bahan diskusi bersama dalam menuntaskan rendahnya literasi Al-Qur'an di tengah masyarakat muslim Indonesia. Semua elemen berpran sesuai dengan kapasitas dan kapabelitas masing-masing.
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0