Memikul Selendang Mayang, Bertahan di Kota Global

Ida Farida
Sep 30, 2023

Salah satu penjual es selendang mayang di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Foto: kosadata

KOSADATA - Beragam cara dilakukan pendatang untuk bertahan hidup di Jakarta. Apalagi, Jakarta tengah bertransformasi menjadi kota global. Tak sedikit para pendatang itu berburu nasib dengan berjualan panganan tradisional. Salah satunya es selendang mayang, minuman khas Betawi.

Kini, ss selandang mayang sudah jarang ditemui di Ibukota. Hanya beberapa pusat kebudayaan dan tempat wisata saja yang menyajikan pelepas dahaga nan nikmat itu. Seperti di Kota Tua, Ragunan dan Setu Babakan.

Dulu, minuman ini seringkali muncul di kampung-kampung Ibukota di manapun. Dengan pikulan khasnya, es selendang mayang gampang diketahui meski tanpa tulisan pengenal. 

Pada salah satu pikulan, sebuah loyang berisikan kue lapis dari tepung kanji atau sagu aren hanya ditutupi plastik atau daun. Dalam setiap lapisan memiliki warna merah, hijau dan putih. Sementara di pikulan lainnya ada sirup gula merah dalam toples, satu termos es batu, dan satu toples kuah santan.

Adalah Muhammad Amiruddin, 63 tahun, warga Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan ini menjadi salah satu pelestari minuman khas Betawi ini. Meski bukan orang Betawi, Udin, sapaan akrabnya, sudah terbiasa dapat peruntungan dari Selendang Mayang.

Warga asli Tegal, Jawa Tengah ini telah puluhan tahun berjualan selendang Mayang di sekitar kontrakannya. Dengan pikulan khasnya, Udin berkeliling menawarkan selendang Mayang dari satu kampung ke kampung lainnya. Paling jauh, dia seringkali berjualan ke kawasan Hutan Kota Srengseng, Jakarta Barat. Jaraknya mencapai puluhan kilometer dari kontrakannya di Jakarta Selatan yang ditempuh dengan berjalan kaki.

"Saya belajar langsung membuat selendang mayang dari orang Betawi sini. Dari Bang Mi'an, warga Alfalah, Kampung Baru. Tapi sekarang beliau sudah almarhum.


1 2 3

Related Post

Post a Comment

Comments 0