Kasus Kekerasan pada Anak Tinggi, Enjang Tedi Desak Pemprov Jabar Bentuk KPAID

Yan Aminah
Oct 30, 2023

Enjang Tedi, anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, menegaskan tentang pentingnya dibentuk KPAID tingkat provinsi

KOSADATA - Nasib nahas menimpa M. Ripal, warga Sukaresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pada 8 Oktober 2023 dini hari, anak kelahiran 10 Maret 2019 itu menjadi korban penculikan di Purwakarta. Ia dibawa paksa naik motor, tapi berontak hingga terjatuh. Akibatnya, putra bungsu dari pasangan Santo dan Iis itu mengalami luka serius di bagian kepala dan wajah.

Peristiwa tersebut menambah daftar banyak kasus kekerasan pada anak di Jawa Barat. “Faktanya seperti fenomena gunung es. Kelihatan sedikit, padahal banyak. Kejadian yang menimpa Ripal itu termasuk pelik. Korbannya merupakan warga Garut, sedangkan kejadiannya di Purwakarta, sehingga penanganannya perlu dilakukan koordinasi oleh dinas dan  instansi pemerintah daerah tingkat provinsi," papar Enjang Tedi, anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, Senin, 30 Oktober 2023.

Politisi PAN asal Kabupaten Garut itu mengaku, sejak mendapatkan laporan soal peristiwa tersebut, dirinya bergegas ke Purwakarta dan berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait. Ia memastikan korban mendapatkan pelayanan yang baik seperti yang diamanatkan Undang-Undang dan peraturan daerah.

“Berpijak dari kasus itu, kita butuh KPAID (Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah) tingkat provinsi. Pemrov Jabar harus segera membentuk KPAID rintisan agar penyelenggaraan perlindungan anak bisa berjalan maksimal dan lebih baik,” tuturnya.

Ia menegaskan, pembentukan KPAID Jawa Barat sudah menjadi kebutuhan, karena kasus kekerasan terhadap anak sangat tinggi. Terlebih, Undang-Undang 35/2014 telah menegaskan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawa terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

“Kami di Fraksi PAN mendorong Pemprov Jabar memfasilitasi perintisan pendirian KPAID Jawa Barat agar pengawasan perlindungan anak bisa dilakukan secara paripurna. Ketika ada masalah pun bisa lebih mudah melakukan mediasi dan advokasi,” terang Enjang.

Apalagi, sambungnya, hingga saat ini Jawa Barat belum mendapat predikat provinsi layak anak. Pun belum semua kota kabupaten di Jawa Barat mempunyai KPAID, sehingga ketika terjadi kasus kekerasan yang menimpa anak, penanganannya jadi terhambat dan kerap terlambat.

Ia mencontohkan Kabupaten Garut yang belum mempunyai KPAID. Saat ada kasus yang menimpa anak, untuk penanganannya minta bantuan ke daerah terdekat, yakni KPAID Kabupaten Tasikmalaya.

Terpisah, Ketua Forum KPAID Kota/Kabupaten Jawa Barat, Ato Rinanto, menyebutkan, dibanding provinsi lain, kekerasan terhadap anak di Jawa Barat menempati peringkat tertinggi. “Terlepas dari jumlah penduduk di Jawa Barat memang banyak, tapi tingginya kekerasan terhadap anak juga adalah fakta yang tidak bisa disembunyikan,” tandasnya.

Untuk itu, ia berharap di tahun ini sudah terbentuk KPAID Jawa Barat sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi anak-anak. Hal itu sebagai bagian dari ikhtiar meningkatkan partisapasi para pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

“Undang-Undangnya sudah ada. Kenapa itu tidak kita maksimalkan bersama-sama untuk melaksanakan penyelenggaraan perlindungan anak? Kita harus gerak bersama-sama. Semakin banyak yang peduli, maka penyelenggaraan perlindungan anak akan semakin maksimal, dan anak-anak semakin terlindungi,” papar Ato. ***

 

Related Post

Post a Comment

Comments 0