Fenomena AI dan Dunia Pendidikan, Anies: Anak Indonesia Berhak Atas Masa Depan yang Sejajar

Ida Farida
Apr 08, 2025

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Foto: IG Anies Baswedan

KOSADATA — Dunia pendidikan menghadapi tantangan baru di era kecerdasan buatan atau artificial inteligen (AI). Teknologi yang semula dianggap jauh dari ruang kelas kini telah menjejakkan kaki, bahkan mulai mengambil peran dalam proses belajar. Menanggapi fenomena ini, Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus pendidikan%20nasional">tokoh pendidikan nasional, Anies Baswedan, menyampaikan pandangan yang menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan.

 

“Zaman terus melaju. Gelombang teknologi tak bisa dibendung. AI bukan sekadar datang mengetuk pintu ruang kelas, tapi sudah mulai melangkah masuk. Kita tidak bisa berpaling. Kita pun tak boleh tertinggal,” ujar Anies dalam cuitannya, dikutip Selasa (8/4/2025).

 

Menurut Anies, kehadiran AI dalam dunia pendidikan adalah sebuah keniscayaan. Namun ia mengingatkan, adopsi teknologi ini harus disikapi secara bijak agar tidak melucuti esensi dari pendidikan itu sendiri.

 

“Anak-anak Indonesia berhak atas masa depan yang sejajar. Mereka berhak atas literasi digital, atas kecakapan teknologi terkini. Tetapi mereka juga berhak tumbuh sebagai manusia seutuhnya: berpikir jernih, berperasaan halus, dan berkarakter kuat,” jelasnya.

 

Anies menyoroti kekhawatiran bahwa teknologi, jika tidak diarahkan dengan benar, justru bisa menggantikan proses pembentukan karakter dan kemampuan berpikir kritis anak. “AI bisa menulis esai, menjawab soal, merangkum buku. Tapi jika tak hati-hati, ia bisa membuat anak-anak kita tumbuh tanpa fondasi,” katanya.

 

Ia mengutip pernyataan ilmuwan Albert Einstein: “The human spirit must prevail over technology.” Kalimat itu, menurut Anies, menjadi pengingat agar kemajuan teknologi tidak mereduksi sisi kemanusiaan yang menjadi inti dari pendidikan.

 

Tak hanya itu, Anies juga mengingatkan pentingnya kebijaksanaan dalam menyikapi laju sains dan teknologi. “Isaac Asimov bilang, ‘Science gathers knowledge faster than society gathers wisdom.’ Dunia memang penuh inovasi, tapi apakah kita cukup bijak menggunakannya?” tanyanya retoris.

 

Bagi Anies, solusi terhadap tantangan ini bukan pada pelarangan total maupun kebebasan tanpa batas, melainkan pada penciptaan ruang dialog dan penyusunan panduan yang adaptif. “Kita butuh aturan dan panduan. Bukan untuk membatasi zaman, tapi untuk menjaga arah,” tegasnya.

 

Ia mendorong keterlibatan semua pihak—guru, orang tua, murid, pakar, hingga negara—dalam membangun kesepahaman tentang batas-batas penggunaan AI dalam pendidikan. “Agar teknologi jadi alat bantu, bukan alat kendali. Agar pendidikan tetap mencerdaskan manusia, bukan menggantikan manusia,” katanya.

 

Menutup pernyataannya, Anies mengajak seluruh elemen bangsa untuk menyambut masa depan dengan optimisme yang terjaga. “Pendidikan harus tetap berpijak pada manusia, bukan mesin. Sebab teknologi hanya hebat, jika ia tetap tahu tempat,” pungkasnya.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0