Dinamika Sosial dan Naluri Kemanusiaan

Joeang Elkamali
Apr 04, 2024

Penulis Merupakan Salahsatu Pegiat Sosial di Kabupaten Tasikmalaya

KOSADATA- Ketika saya memenuhi undangan dari salahsatu pengurus perhimpunan Serikat Pejuang Akar Rumput Tasikmalaya yang bernama Dani, dibawalah saya ke sebuah kampung di bagian Utara Kabupaten Tasikmalaya yang jangkauannya masih terbilang sulit akses. Disitu kami kaget karena ternyata masih ada rumah gubug yang kondisinya rusak parah. Rumahnya kecil dengan dihuni oleh satu keluarga penuh, bahkan tanpa listrik.

Hal itu merupakan kejadian yang saya alami di tahun 2021. Yang karena itu pula kami mengadakan bentuk keprihatinan sosial dengan menggalang udunan sukarela warga untuk membantu merenovasi rumahnya. Alhamdulillah, sekarang rumahnya bisa disebut ramah dan aman, sementara salahsatu anaknya yang cikal kami bantu untuk usaha dagang bareng-bareng.

Pelajaran penting. Ternyata, kemudahan teknologi dan akhlak bersosial bisa dikombinasikan dalam upaya membangun humanisme. Dari kejadian itu, setelahnya kita melakukan komunikasi yang baik dengan unsur Pemerintah setempat, warga, lembaga sosial, media, dan kawula muda, terasa sekali semangat gotong royong untuk saling menutupi keperluan, itu besar. Dari sana saya berfikir, memang sosial itu perlu dipelopori tumbuh kembangnya dengan keteladanan dan upaya terbuka yang tidak saling menyalahkan.

Meski, perbincangan tentang sosial dengan segala dinamika dan problematikanya, sampai kapanpun akan selalu ada. Baik ada masalahnya, termasuk selalu ada juga jalan keluarnya. Sehingga, orang yang terus bergelut terhadap kepedulian sosial meskipun tahu bahwa masalahnya akan selalu baru, dia itulah yang layak kita sematkan sebagai pejuang sosial. Dengan catatan, di samping peduli masalah sosial, ia lebih lagi peduli pada solusi permasalahannya. Jadi, pejuang sosial ialah mereka yang peduli masalah sosial dan peduli terhadap jalan keluar dari permasalahannya.

Tidak sedikit yang mengatasnamakan lembaga swadaya masyarakat tetapi peran dan fungsinya justeru tidak seperti tujuan mulianya. Banyak juga yang bisa merealisasikan tujuan sosial tapi enggan menunjukkan namanya. Memang begitulah ragam dinamika sosial yang terjadi sehari-hari. Tentang itu, Islam menganjurkan agar kita peduli terhadap situasi dan kondisi kemasyarakatan. Maka kepedulian sosial bagi kita merupakan citra kemusliman dan ibadah keislaman.

Teks ayat suci baik yang termaktub dalam Al-quran maupun hadits shohih Nabi, satupun tidak ada yang menganjurkan kita menjadi orang lemah, miskin, atau dhuafa. Sebaliknya, justeru anjuran agama menekankan agar kita peduli terhadap mereka.

Jika kita diuji dengan kelemahan, kemiskinan, dan kepayahan, tetapi jangan sampai kehilangan agama dan kehormatan kemusliman kita. Kita harus terus ikhtiyar maksimal dan sabar dengan ujian itu demi mencapai Maqom syukur di kemudian hari. Demikian juga jika kita dianugerahi kelebihan harta dan takdir kehormatan dengan jabatan, maka keberadaan orang sekeliling yang miskin, lemah dan papa, adalah sejatinya ujian agar kita angkat derajat kemanusiaannya dan kita angkat taraf ekonominya.

Masalah lain di ranah pendidikan misalkan. Ternyata masih ada orang tua yang tidak berani menyekolahkan anaknya karena takut biayanya. Di tengah gelombang beasiswa dan kemudahan sekolah gratis di berbagai jenjang, rupanya upaya semua tangan perlu dikuatkan agar informasi bisa sampai ke warga secara merata, dan berbagai upaya saling menguatkan sangat diperlukan.

Sejatinya, cara kita peduli bisa dengan ragam cara. Dari hal yang sederhana kita bisa memulai dengan memberi makan, menyantuni, memberikan modal bisnis, menjadi orang tua angkat untuk pendidikan, mengayomi dan mendampingi hukum, dan lain-lainnya.

Dari mana kita mengawali sosial? Sesederhana fikiran tadi, kita awali kepeduliaan sosial dari ranah terdekat seperti keluarga, sanak kerabat, tetangga, baru beranjak ke warga, lalu ke masyarakat, kemudian bicara orang-orang di luar kawasan kita. Kalau prinsip sosial berjenjang ini dilakukan secara masif oleh orang-orang di berbagai daerah, maka persoalan sosial akan selalu terrespons dengan baik dan melahirkan jiwa-jiwa sosial yang berkemanusiaan. 

Ketika para pejuang sosial sudah menyatu dengan naluri kemanusiaan, maka masyarakat akan tentram dan Allah akan senang.

Penulis: Dadan Muhammad Khoerul (kang Damuh), ketua Serikat Pejuang Akar Rumput Tasikmalaya.

Related Post

Post a Comment

Comments 0